Beranda | Artikel
Nikmat Hidayah
Kamis, 5 Juli 2018

Bismillah; dengan memohon pertolongan kepada-Mu, Ya Allah…

Setiap hari kita berdoa kepada Allah dengan membaca ayat yang berbunyi ‘ihdinash shirathal mustaqim’ yang artinya, “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Permintaan kita kepada Allah untuk diberi hidayah mencakup dua bagian; hidayah berupa penjelasan dan keterangan serta hidayah berupa taufik/bantuan sehingga bisa mengikuti jalan kebenaran. Dua macam hidayah ini selalu kita butuhkan dalam kehidupan.

Sehingga ketika kita berdoa kepada Allah ‘ihdinaa’ atau tunjukilah kami, itu artinya kita meminta kepada Allah supaya diterangkan apa itu jalan yang lurus yang akan menyampaikan kita kepada Allah dan surga-Nya. Maksudnya, kita minta kepada Allah supaya jalan tersebut diperjelas sehingga tidak samar bagi kita. Apabila doa kita ini dikabulkan maka Allah akan berikan kepada kita petunjuk melalui berbagai jalan; diantaranya dengan dipertemukan dengan seorang da’i yang menerangkan kebenaran kepada kita, atau diperdengarkan kepada kita nasihat atau ceramah, atau dengan menemukan sebuah kitab/buku yang bermanfaat, atau bisa juga dalam bentuk dipertemukan dengan teman-teman yang baik dan menjelaskan hakikat jalan lurus itu kepada kita (demikian ringkasan keterangan Ust. Dr. Abdullah Roy hafizhahullah dalam acara Tabligh Akbar Tafsir Surat al-Fatihah # 3 di Masjid Agung Manunggal Bantul Yogyakarta beberapa waktu lalu)

Selain itu ketika kita berdoa kepada Allah ‘ihdinaa’ itu juga mencakup permintaan kepada Allah agar kita diberi taufik atau petunjuk untuk bisa mengikuti jalan yang lurus itu -setelah kita mengetahuinya- dengan kata lain kita meminta kepada Allah untuk diberi taufik atau kemudahan untuk mengamalkan ilmu. Dan hidayah taufik ini hanya dikuasai oleh Allah. Berbeda dengan hidayah berupa keterangan yang bisa disampaikan oleh selain-Nya.

Hidayah taufik hanya Allah yang punya. Contohnya adalah kasus Abu Thalib paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meninggal di atas kekafiran. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menguasai hidayah taufik, beliau hanya memiliki kemampuan untuk menyampaikan hidayatul bayan/keterangan. Para rasul tidak memiliki kemampuan untuk memberikan hidayah taufik. Kalau para rasul saja -manusia yang paling mulia- demikian lalu bagaimana lagi dengan kita? Hal ini mengingatkan kepada kita ayyuhal ikhwah (wahai saudara seiman, pent) bahwa kita selalu meminta kepada Allah penjelasan dan dimudahkan untuk mengikuti jalan yang lurus (demikian keterangan Ust. Abdullah Roy hafizhahullah dengan sedikit perubahan dan peringkasan)    

Betapa banyak orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengikutinya. Contohnya adalah Abu Thalib yang sudah mengakui kebenaran agama yang dibawa oleh keponakannya yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi karena dia takut celaan kaumnya -sementara dia adalah tokoh diantara mereka- maka dia pun tidak mau mengikuti kebenaran itu. Hal itu menunjukkan bahwa dia lebih mengutamakan adat dan ajaran nenek-moyangnya yang menyimpang di atas agama Islam yang tegak di atas kebenaran (demikian cuplikan secara makna dari ceramah Ust. Abdullah Roy hafizhahullah

Hidayah meniti jalan yang lurus merupakan nikmat dan karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya. Oleh sebab itu Allah mengisyaratkan terhadap agungnya nikmat hidayah ini dengan ayat yang berbunyi ‘shirotholladzina an’amta ‘alaihim’ artinya ‘yaitu jalan orang-orang yang Engkau beri nikmat kepada mereka’. Petikan kalimat itu mengandung pelajaran bahwa hidayah adalah nikmat. Aduhai, betapa besar nikmat yang Allah berikan kepada kaum beriman… Akan tetapi -seperti yang Allah beritakan di dalam kitab-Nya- bahwa teramat sedikit diantara hamba-hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat-Nya… Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi taufik untuk mensyukuri nikmat hidayah itu sehingga Allah pun berkenan menambahkan hidayah-Nya kepada kita…

# Disusun oleh Abu Mushlih -semoga Allah memperbaiki segala urusannya-

 


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/nikmat-hidayah/